Rabu, 16 Juli 2008

Antara Burung Emprit dan Kucing

Di depan rumah saya terdapat pohon mangga yang cukup rindang daunnya. Mungkin karena faktor rindang daunnya itu maka pohon itu menjadi favorit bagi burung-burung emprit untuk membuat sarang, bertelur dan membesarkan anak-anak mereka. Setiap pagi suara riang celotehan burung-burung emprit yang ga karuan itu cukup menjadi penghibur bagi jiwa saya.

Pagi menjelang siang seekor burung emprit turun ke halaman rumah saya. Mungkin dia sedang mencari makanan untuk kemudian nanti akan disuapkannya ke anak-anaknya. Saya sedang tidak ada kerjaan, entah kenapa saya jadi tertarik untuk mengamati burung itu. Saya perhatikan terus burung itu, hingga kemudian sesuatu yang bergerak di balik batang pohon mangga menarik perhatian saya. Seekor kucing dengan mengendap-endap perlahan-lahan mulai mendekat ke arah burung emprit. Dari cara matanya yang mengawasi burung itu tanpa berkedip sudah dapat dipastikan bahwa ia bermaksud untuk memangsa burung emprit itu.

Sontak saya berdiri. Ini tidak boleh terjadi! Burung emprit itu harus diselamatkan. Bagaimana donk dengan anak-anaknya kalau ia sampai mati? Pasti anak-anaknya akan merana dan telantar, mungkin akan mati pula. Begitu saya mengambil keputusan itu maka saya bersiap-siap untuk menggagalkan rencana si kucing. Ketika kucing itu semakin dekat dan rasanya akan langsung membuat gerakan menerkam maka saya bertepuk tangan menggebah burung emprit itu. Burung emprit itu kaget, langsung ia terbang ke arah pohon mangga. Si kucingpun kaget, kesal buruannya lenyap. Sekejap ia melontarkan pandangan tajam ke arah saya, lalu berbalik pergi.

Sukurin loe, kucing! kata batin saya puas. Salah sendiri elo ngincer burung yang lagi nyari makan buat anaknya, kalau yang elo incer tikus, kan pasti ga akan gue ganggu, tambah batin saya. Masih tetap lapar kan elo? Mau nyari makan di mana lagi elo? Gimana anak-anak elo....heiii...tiba-tiba ada sesuatu yang menyentak batin saya. Si kucing tadi punya anak yang masih perlu disusui apa tidak ya? Kalau punya gimana dengan anak-anaknya ya, karena tadi ikhtiar induknya mencari makan sudah saya gagalkan. Waduh, saya jadi merasa bersalah. Tenang Ndrong, kucing tadi belum tentu punya anak kok, jadi kamu tidak begitu salah, sisi batin saya yang lain berkata. Ya tetap salah dong, kucing tadi ngincer burung emprit karena dia sudah lapar, bukan rakus. Kucing itu hanya mengikuti instingnya aja. Kamu kok jadi begitu sembrono mencegah kucing mendapatkan apa yang memang menjadi haknya, kamu tidak adil!

Nah, itu dia. Peperangan dalam batin saya akhirnya mendapatkan intinya yaitu masalah keadilan. Ketika melihat kejadian burung emprit akan dimangsa kucing, secara intuitif saya mencegah hal itu. Dalam alam bawah sadar yang memotivasi tindakan saya itu, saya beranggapan bahwa perbuatan saya sudah adil. Sudah selayaknya pihak yang lemah (burung emprit) dilindungi dari pihak yang kuat (kucing), apalagi dalam kondisi burung emprit itu sedang punya anak. Akan tetapi kalau dilihat lebih jauh ternyata tindakan saya mungkin tidak adil juga terutama dilihat dari sudut pandanng si kucing. Kucing mau memangsa burung emprit karena lapar. Hukum alam memang sudah mengatur bahwa burung emprit memang masuk dalam kategori makanan kucing, jadi apa salah kucing kalau ia mau menerkam burung emprit? Wong itu sudah haknya kok!

Yah, keadilan memang bersifat relatif. Adil menurut saya belum tentu adil bagi orang lain. Adil bagi suatu golongan, suatu bangsa belum tentu adil pula menurut golongan atau bangsa lain. Untuk mengatasinya maka dibuatlah hukum dalam bentuk undang-undang (UU). Tapi karena hukum itu hanya ciptaan manusia maka iapun tidak bisa merengkuh rasa adil dari semua pihak. Apalagi kalau pasal-pasal dari undang-undang bisa diinterpretasikan macam-macam, semakin kacaulah produk hukum itu.

Lalu adil yang benar-benar adil itu seperti apa? Saya tidak tahu. Yang saya tahu dan saya percaya sepenuhnya adalah Allah Swt, Dzat Yang Maha Adil. Dia tidak pernah tidur, tidak pernah alpa mencatat semua kebaikan dan keburukan yang diperbuat hambaNya. Jadi kelak semua akan memperoleh balasan dari apa yang sudah diperbuatnya selama di dunia. Ketika itulah keadilan sejati akan datang kepada semua pihak.

Tidak ada komentar: