Rabu, 16 Juli 2008

Teknologi Masa Depan

Suatu saat, dalam kuliah Sistem Teknologi Informasi (STI) dosen saya memutarkan sebuah film singkat yang berisikan tentang teknologi-teknologi yang telah dan akan dicapai pada masa mendatang.

Inti film itu bercerita tentang suatu keluarga di Jepang yang masing-masing anggotanya super sibuk. Dalam kesibukan masing-masing mereka selalu sempat meluangkan waktu untuk berkomunikasi. Banyak teknologi yang dipamerkan dalam film itu, seperti misalnya teleconference, mobil yang tidak perlu disetir secara manual dan masih banyak lagi. Kesimpulan dari film itu adalah teknologi akan mempermudah kehidupan manusia, segala sesuatu akan bisa menjadi lebih praktis.

Sayapun jadi melongo, wow keren banget! Wah enaknya kalo teleconference sudah menyentuh kehidupan saya, tidak perlu ke kampus untuk kuliah, bahkan kerjapun bisa dari rumah (tidak perlu bermacet-macet ria di jalan bukan?) Seandainyapun terpaksa keluar rumah tidak perlu capek-capek menyetir, cukup bilang saja mau kemana dan lewat jalan apa.

Disamping melongo, dalam hati saya bertanya-tanya, sampai kapan ya manusia puas dan merasa cukup akan kemajuan teknologi? Apakah semuanya nantinya bisa digantikan oleh teknologi? Apakah kehidupan manusia nantinya tidak akan menjadi ’garing’ ya mengingat semuanya akan menjadi serba otomatis?

Menjawab pertanyaan itu tidaklah mudah. Secara naluriah, manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang telah diperoleh. Teknologi pasti akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dalam hidup manusia. Untuk merasa cukup, terserah pada pribadi masing-masing orang. Seseorang mungkin tidak tertarik akan kemajuan suatu teknologi karena tidak sesuai dengan kebiasaan atau tradisi dalam hidup ataupun karena dia ingin mencoba kembali ke hal-hal yang lebih bersifat alamiah. Hal ini dapat saya contohkan dalam dua keadaan sebagai berikut:
 Anggap saja teknologi teleconference sudah menyentuh kehidupan banyak rumah tangga. Dengan teknologi ini memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dengan melihat tampilan visual lawan bicaranya. Dengan keunggulan seperti itu, semestinya teknologi ini banyak dipakai untuk menggantikan tradisi dalam masyarakat seperti misalnya tradisi mudik saat lebaran. Bukankah saat mudik banyak kendala di perjalanan, seperti jalanan berlobang, macet dll ? Tapi apakah yang terjadi akan demikian? Saya meragukannya. Bagi masyarakat perantau, lebaran tidak akan berasa lebaran kalau tidak merayakannya di kampung halaman, jadi segala hal akan ditempuh untuk bisa mudik. Saya juga tidak bisa membayangkan betapa sedihnya ibu saya jika anak-anaknya tidak mudik dan hanya sungkem melalui teknologi teleconference itu.
 Suatu ketika di masa depan, misalnya, telah ditemukan teknologi genetika yang luar biasa. Dengan teknologi ini seorang wanita tidak perlu hamil untuk mempunyai keturunan. Wanita tersebut cukup menyerahkan sel telurnya untuk dicampur dengan sel sperma suaminya. Hasil percampuran itu nantinya disimpan disebuah tempat khusus yang berfungsi seperti rahim ibu. Kehebatan teknologi genetika ini tidak cukup sampai di sini. Teknologi ini juga memungkinkan sepasang suami istri untuk memilih jenis kelamin dan tampilan fisik seperti apa anak mereka kelak. Mereka dapat menentukan jenis rambut anak mereka, warna kulit, bentuk hidung, mata, mulut dll. Kira-kira apakah semua pasutri akan menggunakan teknologi ini? Susah untuk menjawabnya, akan tetapi saya yakin pasti ada pasutri yang ingin tetap memiliki keturunan dengan cara alami. Sebagai contoh di sini akan saya gambarkan situasi sebagai berikut. Sepasang suami istri berencana memiliki keturunan. Sang istri bersikeras untuk memiliki anak tersebut melalui proses yang alami yaitu hamil dan kemudian melahirkan. Terjadi perdebatan kecil antara pasutri tersebut.
”Apakah kamu sudah yakin untuk hamil, Say ?” tanya si suami.
”Bukan yakin lagi, malahan sangat yakin”. Jawab si istri.
”Hamil itu susah. Perut kamu akan membuncit, berat badan kamu akan membengkak, sedikit-sedikit kamu pengin ke toilet untuk buang air seni, kamu akan cepat capai, mood kamu juga jadi sering berubah. Apakah kamu siap akan hal itu ?’’
”Aku tahu. Aku juga sudah membaca mengenai kebiasaan nenek moyang kita ini. Segala yang kamu katakan tadi benar semua. Tapi Mas, aku ingin merasakan anak kita tumbuh di perutku, aku ingin merasakan denyut jantungnya. Apakah kamu tidak ingin memegang perutku ketika anak kita menendangnya ?”
”Yah, pengin sih..tapi resiko melahirkan itu tinggi sekali, nyawa kamu sebagai taruhannya. Apakah kamu tidak takut ?”
”Seiring anak itu membesar dalam perutku maka perasaan sayangku kepadanya pun akan terus bertambah. Aku yakin Mas, perasaan sayangku itu akan sanggup mengatasi segala perasaan takut dan khawatir saat melahirkan. Lagipula ketika saat itu datang, bukankah ada kamu disisiku ?”
”Oke,oke..tapi bagaimana jika nanti anak itu terlahir tidak seperti dalam bayangan kita? Kalau kita menggunakan teknologi kita lebih bisa mengontrolnya..”
”Jikalaupun itu yang terjadi, apakah kamu tidak akan menyayanginya Mas ?”

Well, bila pasutri itu benar-benar gigih memperjuangkan keinginan mereka, saya bayangkan mereka pasti akan menjadi pusat perhatian karena menjadi pasutri pertama di era teknologi maju tersebut untuk memiliki anak secara proses alami.

Tidak ada komentar: